Minggu, 01 Mei 2016

MAKALAH "Gambaran interaksi Rasulullah Saw. dan sahabat periode awal pendidikan islam".


GAMBARAN INTERAKSI
RASULULLAH SAW DAN SAHABAT
PERIODE AWAL PENDIDIKAN ISLAM


OLEH : KLP VIII

INRAWATI
NUR HAQIDAH APRILIANI
HAERUL.S
MUH. RAIS


PEMBAHASAN
A.     PENDIDIKAN PADA MASA RASULULLAH
1.      Pelaksanaan pendidikan Islam pada fase Mekah
Sebelum Nabi Muhammad SAW memulai tugasnya sebagai Rosul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik lewat Malaikat Jibril dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini Nabi Muhammad sebagai murid yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi beliau tidak larut sama sekali kedalamnya.
Nabi Muhammmad SAW memulai melakukan pendidikan sebagai murid, atau beliau menerima materi pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat Jibril AS sejak beliau menerima wahyu yang pertama pada bulan Romadon di Gua Hira’, hal ini sesuai dengan pernyataan firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat 185
 شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان .        
Artinya : “ (Beberapa yang ditentukan itu ialah) bulan Romadon, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.
Adapun materi yang diterima pertama kali itu adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;
ااقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم .الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم .                      
Artinya : “ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui”.
Ayat ini merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat manusia tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di antara kemurahan Allah SWT adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang belum diketahui. Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, oleh karena itu melalui ayat ini Allah SWT menganjurkan bahkan mewajibkan supaya manusia agar melakukan membaca dan belajar tentang segala permasalahan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus beliau lakukan, baik terhadap dirinya maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi pendidikan selanjutnya diturunkan berangsur-angsur, sedikit-demisedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera beliau sampaikan kepada umatnya, diiringinya penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Sejak itu peran Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg beliau sebagai murid yang sekali waktu beliau juga tetap belajar kepada malaikat Jibril, selain itu beliau berperan sebagai guru atau pendidik yang harus mengajar para sahabat. Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khususnya pada Rosulullah SAW dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap keridlaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruannya, dan menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada dalam memperbaiki umat .
2.      Pelaksanaan pendidikan Islam pada fase Madinah
Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Mekah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhaammad SAW melalui wahyu Allah SWT.
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah banyak di antara penduduk kota Mekah ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya tediri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim dan sebagainya. Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka merimanya.
Penduduk Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka tertarik dan memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk mengajarkan ajaran Islam kepada mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar mereka.   Pada tahun 12 dari kenabian, datang 75 orang Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah. Mereka juga berjanji untuk memberi perlindungan kepada Rosulullah SAW seperti yang disebutkan dalam Bai’at Aqabah II.
Kalau pembinaan pendidikan Islam di Mekah titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam di Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Wahyu secara berangsur-angsur turun selama periode Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an yang telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang diturunkanpun tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.
3.      Lembaga Dan Sistem Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan Islam, istilah Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah Arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’ dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang.
Ketika Rasulullah saw. dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah saatu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Meslipun demikian, eksistensi Kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah saw. misalnya materi jual beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba’ pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah 108). Rosulullah SAW membangun sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram yang disebut As-Suffah, untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal dengan “ Ahli Suffah “. Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan sosial-politik, bahkan lebih dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen sebagaimana yang dikutip Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan. Bila ditinjau lebiih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh, murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri dari 20 orang siswa atau murid.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan digunakan dalam berbagai halaqah. Dikte (imla’) juga memiliki peranan pentingdalam halaqah, tergantung pada kajian dan topik bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh syekh atas materi yang telah didiktekan. Uraian pembahasan juga disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah. Kemudian menjelang akhir kelas, waktu akan dimanfaatkan oleh syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi bisa berbentuk tanya jawab, terkadang juga syekh menyempatkan untuk memeriksa catatansiswa-siswanya untuk  mengoreksi dan menambahkan seperlunya. Kemajuan suatu halaqah ini tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem pendidikan. Biasanya apabila suatuhalaqah telah maju, maka akan banyak dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.
B.     PADA MASA SAHABAT RASULULLAH
a.       pada masa khalifah abu bakar As-Siddiq (632-634)
Setelah nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam abu bakar as-sidiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagi pemimpin agama dan pemerintahan. Pelaksanaan pendidikan islam pada masa khalifah abu bakar ini adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1.      Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2.      Pendidikan akhlaq,seperti adab masuk rumah orang,sopan santun bertetangga,bergaul dalam masyarakat.
3.      Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji
4.      Kesehatan seperti tenteng kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
 Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab.
C.     PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATAB (634-644)
Abu bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah abu bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tudak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam, kebijakan abu bakar tersebut ternyata di terima oleh masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan islam mempeoleh hasil yang gemilang.wilayah islam pada masa Umar bin khattab meliputi semenanjung arabia, palestina, syiria, irak, persia, dan mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini di perlukan pendidikan. Pada masa Umar bi khattab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam. Pendidikan pada masa Umar ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa arab sudah mulai tampak, orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahui islam, oleh karena itu , pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa arab.
D.    PADA MASA KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (664-656)
Pada masa khalifah Usman bin affan, pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh brerbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit perunbahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan rasul yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin affan diserahkan umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak megangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya mengharap ridho Allah.
E.     PADA MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THOLIB (656-661)
Pada masa Ali bin abi tholib telah terjadi pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa,kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan, pada saat itu Ali tidak sempat memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya di tumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh beda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada al-qur’an dan hadis Nabi.


PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan Pada Masa Rasulullah Saw meliputi : pola Pendidikan, Lembaga dan Sistem Pendidikan, Metode Pengajaran, Evaluasi Pendidikan, Pola Pendidikan Rasulullah SAW dilaksanakan pada 2 fase : pendidikan fase Mekah, pendidikan pada fase Madinah.
Pendidikan pada masa Abu Bakar tidak jauh beda dengan pendidikan masa Rasulullah SAW. Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, pendidikan sudah meningkat dimana pada masa khalifah Umar guru-guru sudah digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru di taklukkan.
Pada masa khalifah Utsman Bin Affan, pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat tidak hanya focus di Madinah saha, tetapi sudah dibolehkan kedaerah-daerah untuk mengajar.
Pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian di sebabkan karena pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung pada kekacauan.

Tidak ada komentar: