Minggu, 01 Mei 2016

MAKALAH "Lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah".







LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN
SEBELUM MADRASAH


OLEH : KLP I

NURMIATI
MUNAWAR
AHSANUL ABIDIN
ABDUL RAHMAN DEROSARI
ABDUL ARIF










PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MADRASAH
Kalau dicermati istilah madrasah dari aspek devirasi kata, maka madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi, madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq). Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya “membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy. Baik dari bahasa Arab atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”.
Dalam sejarah pendidikan Islam, makna madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab, pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul abad ke-11. Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi dari masjid ke madarasah. Ada beberapa teori yang berkembang seputar proses transformasi tersebut antara lain; George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan Islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui tiga tahap. Pertama, tahap masjid. Kedua, tahap masjid-khan. Ketiga, tahap madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi secara langsung. Karena disebabkan oleh konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya kegiatan ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Beberapa pendapat para sejarawan terkait dengan sejarah munculnya madrasah pertama memang ada perbedaan. Namun, menurut penulis adanya beberapa pendapat tersebut tidak perlu menjadi perdebatan dalam tulisan ini. Sebab pada tulisan ini nantinya, hanya akan membahas tentang kelembagaan pendidikan Islam sebelum madrasah itu sendiri. Sedangkan sedikit pembahasan tentang madrasah di atas sebagai acuan untuk membahas kelembagaan sebelum madrasah lebih lanjut.

           
B.     KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM PRA MADRASAH
Pada awal tumbuhnya Islam yaitu pada masa Nabi Muhammad saw tahun 610 M (periode pertama dan kedua) ditemukan bahawa proses kegiatan pendidikan Islam dimulai sejak wahyu pertama turun, yaitu Surat Al-Alaq; ayat 1-5:
1.      Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.      Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.      Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
4.      Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan turunnya surat di atas (sebagai landasan fundamental dalam Islam), Allah swt melalui rasul-Nya; Nabi Muhammad saw, telah memerintahkan umat Islam untuk belajar membaca dan menulis. Pada hakekatnya, perintah “bacalah” ini memiliki makna filosofi mendalam bila ditinjau dari aspek pendidikan. Karena membaca, maka realitas dibalik ciptaan-Nya ini bisa dipahami secara utuh. Disamping itu, ia dimaknai sebagai upaya pencanangan dan pemberantasan buta huruf dan tindakan awal dalam membebaskan umat dari ketidaktahuan. Hal ini mengingat bahwa kondisi masyarakat Arab pada saat itu, secara garis besar lemah dan buta, kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan dan manusia hidup layaknya binatang.
Istitusi pertama yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur’an yaitu Darul Arqam (sebuah rumah sahabat; Arqam di luar Makkah). Pada saat itu, Rasulullah sendiri bertindak sebagai guru dalam mengajar, dan membimbing mereka dalam memahami Al-Qur’an. Selanjutnya setelah hijrah ke madinah (Yastrib), maka kegiatan (pendidikan) belajar dipusatkan di Masjid Nabawi. Selain masjid, ada beberapa istilah institusi pendidikan yang digunakan pada periode pertama dan kedua. Menurut Syalabi (1978), dan Mehdi (2003) dalam M. Habib Husnial Pardi, institusi pra-madrasah (sebelum Madrasah), itu sebagai berikut:
a.       Maktab atau Kuttab, Syalabi memaknai kuttab sebagai tempat untuk memberi pelajaran rendah, sedangkan Mehdi berpendapat bahwa ia merupakan tempat-tempat untuk mengajar menulis. Dari dua pendapat tersebut, istilah maktab versi modern bisa dimaknai sebagai tempat pendidikan dasar (Sekolah Dasar/Ibtidaiyah; Elementary School), karena hanya mengajarkan ketrampilan-ketrampilan dasar menulis dan membaca. Guru dalam pendidikan maktab disebut Muallim. Contohnya; maktab milik Abul Qasim al- Balkhi di Julfa (w. 723; 105 H) dengan tiga ratus murid.
Sedangkan, kata Kuttab atau Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba  yang artinya menulis. Sedangkan pengertian Kuttab atau Maktab adalah tempat menulis atau tempat dimana berlangsungnya kegiatan tulis-menulis untuk mempelajari sesuatu. Sedangkan dalam pengertian para ahli sejarah Kuttab  adalah sebuah lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan cara membaca dan menulis  kepada anak-anak ataupun remaja kemudian meningkat kepada pengajaran pemahaman Al-Qur’an dan pengetahuan dasar.
b.      Sekolah Istana; sesuai dengan namanya, sekolah istana merupakan tempat pendidikan yang dilaksanakan di istana. Perbedaannya dengan maktab yaitu selain diberikan ketrampilan menulis dan membaca, ia juga diberikan pelajaran social dan kebudayaan sebagai persiapan ke pendidikan tinggi, memasuki pergaulan di masyarakat dan untuk bekerja di istana. Gurunya disebut Muaddib; seorang yang bertingkah laku yang baik.
c.       Sekolah kedai buku; tempat ini bisa dimaknai sebagai tempat-tempat tinggal pribadi cendekiawan muslim, atau disebut juga sebagai salon sastra.
d.      Shuffah; ia merupakan institusi pendidikan untuk aktivitas belajar pada masa Rasulullah saw, Ubaid ibnu Al-Samit diangkat menjadi guru di Suffah tersebut. Lembaga ini didirikan sebagai tempat mempelajari, membaca, dan menghafal Al-Qur’an yang langsung dibimbing oleh Nabi. Disamping itu, ada beberapa materi lainnya juga diajarkan antara lain; ilmu dasar berhitung, kedokteran, dan ilmu fonetik.
e.       Halaqah; sesuai maknanya merupakan tempat belajar dimana siswanya duduk melingkari guru. Bentuk pembelajaran ini bisa dijumpai di setiap pondok pesantren, ketika seorang kyai memberikan pengajian di aula, mushalla, atau masjid.
Halaqah artinya lingkaran. Halaqah merupakan institusi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan lanjutan atau college. Institusi ini secara umum dikenal dengan halaqah. System ini merupakan gambaran tipikal dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar masa itu. Guru biasanya duduk di atas lantai sambil menerangkan, membacakan karangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Murid-muridnya akan mendengarkan penjelasan guru dengan duduk diatas lantai yang melingkari gurunya.
f.       Khan; berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama antara lain fikih.
g.      Ribath; biasanya dihuni oleh orang-orang miskin.
h.      Rumah sakit; pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan kepengobatan. Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Ini pula tampaknya yang diterapkan oleh dunia pendidikan modern.
i.        Toko-toko buku; berperan sebagai tempat transmisi ilmu dan Islam. Selama kejayaan Dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya, toko-toko ini tidak saja menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran atau penjualan buku-buku, tetapi juga menjadi pusat studi dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang didalamnya. Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemimpin lingkaran studi tersebut.
j.        Perpustakaan; perpustakaan pada zaman Dinasti Abbasiyah tumbuh dan berkembang pesat, baik perpustakaan yang sifatnya umum; didirikan oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus; didirikan oleh para ulama dan sarjana. Bait al-Hikamh yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan berkembang pesat pada masa al-Makmun merupakan salah satu contoh dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap. Didalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa Yunani, Persia, India, Qibti, dan Aramy.
k.      Masjid; semenjak berdirinya dizaman Nabi Muhammad saw telah menjadi sentral kegiatan dan informasi bagi kaum muslimin, termasuk kegiatan pendidikan. Pada masa Khalifah Bani Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagaamaan. Pada dinasti Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan seperti tempat untuk pendidikan anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah), juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap.
l.        Majelis atau Salon Kesusastraan; adalah suatu majelis khusus yang diadakan khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis seperti ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Khulafa Ar-Rasyidin dan diadakan di masjid. Namun pada dinasti Umayyah, pelaksanaanya dipindah ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Salon sastra yang berkembang di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun ar-Rasyid (170-193) majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif didalamnya. Pada masa beliau, sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli sya’ir, perdebatan antara fukaha dan sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
Dan institusi-institusi lainnya. Adapun madrasah sendiri menurut sebagian ahli sejarah, pertama kali dikenal di dunia Islam pada masa Dinasti Saljuk. Penggagasnya adalah seorang wazir terkenal Dinasti Saljuk yang bernama Nizam al-Mulk (465-485 H). Ia hidup dan menjadi wazir pada masa pemerintahan Sultan Alb Arsalan dan Sultan Malik Syah. Madrasah-madrasah didirikan diberbagai kota didalam wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk seperti; Baghdad, Nisapur, Balk, Heart, Asfahan, Basrah, Marwu, Annal, dan Mausil. Menurut al-Subki, seperti dikutip Syalabi, bahwa Nizam al-Mulk mempunyai madrasah di setiap kota Irak dan Khurasan. Madrasah-madrasah itu diberi nama “Nizamiyah” sesuai dengan nama pendirinya.
Adapun lembaga lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah secara umum dapat di bagi menjadi 4 tahapan, yaitu;
1.      Lembaga pendidikan zaman Rasulullah SAW
1.      Lembaga pendidikan zaman Khulafa’ur Rasyiddin
2.      Lembaga pendidikan zaman Umawiyah
3.      Lembaga pendidikan zaman Abbasiyah dan Andalusia
C.    MATERI PENDIDIKAN ZAMAN UMAWIYAH
Materi-materi pendidikan zaman Umawiyah ini sudah begitu banyak. Hal ini terlihat dari ahli-ahli berbagai macam ilmu  pendidikan zaman tersebut, diantaranya:
1.      Ilmu Tafsir; ahlinya adalah Abd. Malik bin Juraij al-Makki, dimana kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim termasuk buku-buku pertama yang ditulis dalam Islam.
2.      Ilmu Hadist; ahlinya disamping Abd. Malik bin Juraij al-Makki, juga sahabat-sahabat Ibn Abbas.
3.      Ilmu Fiqih; ahlinya Abu Hanifah al-Nu’man (80-150 H), dan Malik bin Anas al-Anshari (95-179 H).
4.      Ilmu Kalam; diantara ahlinya Wasil bin Atha’ Al-Ghazali (w. 131 H) yang berguru pada Hasan al-Basri, tetapi kemudian meninggalkannya yang menulis buku Al-Manzilah Bain al-Manzilatain
5.      Sirah Nabi dan cerita Peperangan, diantara ahlinya Urwah bin Al-Zubair (w.93 H) dianggap yang palimg mula-mula sekali mengarang mengenai sirah Nabi. Ibn Syihab Al- al-Zuhri (w. 124 H) juga dikenal membukukan cerita-cerita peperangan, dan lain-lain.
6.      Sastra, Sya’ir dan Khitabah; Umar bin Abi Rabi’ah sebagai ahli sastra, al- Farazdaq, Jarir, dll sebagai penyair, dan Ziyad al-Hajjaj, Utbah bin Abi Sufyan sebagai ahli pidato (khitabah).
7.      Ilmu Tarjamah; ahlinya diantaranya adalah Khalid bin Yazid cucu Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Umar bin Abdul aziz, dll.
D.    MATERI PENDIDIKAN ZAMAN ABBASIYAH
Dalam zaman Abbasiyah ini merupakan jaman keemasan Islam, sehingga materi-materi ilmu pengetahuan zaman ini sudah sangat maju. Diantara ilmu-ilmu pendidikan yang diajarkan pada zaman ini diantaranya adalah:
1.      Ilmu Tafsir
2.      Ilmu Qira’at, Tajwid, dan Dabt
3.      Ilmu Hadist
4.      Ilmu Musthalah Hadist
5.      Ilmu Fiqih
6.      Ilmu Ushul Fiqih
7.      Ilmu Kalam
8.      Ilmu Tasawuf
Adapun ilmu Bahasa dan Sastra pada zaman Abbasiyah yang diajarkan antara lain;
1.      Ilmu Bahasa
2.      Ilmu Nahwu, Saraf, dan Arud
3.      Ilmu Sastra
4.      Ilmu Balaghah
5.      Ilmu Kritik Sastra
Sedangkan ilmu-ilmu sejarah dan social  yang diajarkan pada zaman Abbasiyah yaitu:
1.      Ilmu-ilmu Sirah, Syamail, Peperangan, dan Riwayat Hidup
2.      Ilmu sejarah politik dan social
Disamping itu zaman Abbasiyah juga menciptakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku individu dan sosial, diantaranya:
1.      Ilmu Jiwa
2.      Ilmu Pendidikan
3.      Ilmu Akhlak
4.      Ilmu Sosiologi
5.      Ilmu Ekonomi
6.      Ilmu Politik
7.      Ilmu Tatalaksana (Administration)
Zaman Abbasiyah juga mengajarkan materi-materi pendidikan tentang ilmu geografi dan perencanaan kota
1.      Ilmu geografi; ilmuwan yang terkenal adalah Jabir bin Hayyan (w. 198 H), dll.
2.      Ilmu perencanaan kota (Town Planning); pengarang yang mashur dalam bidang ini adalah Taqiyyuddin Ahmad Ali al-Maqrisi (w. 845 H)
Zaman Abbasiyah juga mengajarkan materi-materi tentang: ilmu-ilmu filsafat, logika, debat, dan diskusi.  Mengajarkan ilmu-ilmu tulen, meliputi; ilmu matematika, ilmu falak, dan ilmu music. Materi ilmu kealaman dan eksperimental, meliputi; ilmu kimia, ilmu fisika, ilmu biologi (manusia, hewan, dan tumbuhan). Materi dalam ilmu terapan dan praktis, meliputi; ilmu kedokteran, ilmu farmasi, dan ilmu pertanian.


PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa;
Ø  Lembaga lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah dapat di bagi secara umum, menjadi 4 yaitu; [1]. Lembaga pendidikan zaman Rasulullah saw. [2]. Lembaga pendidikan zaman Khulafa’ur Rasyiddin. [3]. Lembaga pendidikan zaman Umawiyah. [4]. Lembaga pendidikan zaman Abbasiyah dan Andalusia.
Ø  Lembaga pendidikan Islam sebelum adanya madrasah memang banyak sekali, diantaranya seperti kuttab, sekolah istana, toko kedai buku, suffah, khan, ribbath, dan lain sebagainya. (Lihat pembahasan secara lengkap diatas).
Ø  Adapun materi-materi pendidikan sebelum madrasah sudah sangat banyak meliputi berbagai ilmu sebagaimana tersebut diatas. Lebih-lebih pada zaman Abbasiyah sebagai puncak perkembangan ilmu-ilmu Islam yang sangat bisa dibanggakan.

Tidak ada komentar: