Minggu, 01 Mei 2016

MAKALAH "Kedudukan dan peranan guru".


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam setiap studi ilmu kependidikan persoalan yang berkenaan dengan guru dan jabatan guru, seringkali di singgung bahkan menjadi salah satu pokok bahasan yang mendapat tempat tersendiri.
Guru memegang kedudukan dan peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut kedudukan dan peranan guru sulit digantikan oleh orang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan, sekalipun tekhnologi yang dapat di manfaatkan dalam proses pembelajaran tersebut. Maka dari itu, sejalan dengan hakikat dan makna yang terkandung dalam topik tersebut, masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah peranan guru di sekolah dan dalam masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kedudukan guru dan peranan guru ?
2.      Bagaimana peranan guru dalam masyarakat ?
3.      Bagaimana peranan sosial guru di sekolah ?
C.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan dalam makalah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui kedudukan guru dan pranan guru
2.      Untuk mengetahui peranan guru dalam masyarakat
3.      Untuk mengetahui peranan sosial guru di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A.    KEDUDUKAN GURU DAN PERANAN GURU
Kedudukan guru adalah sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai seorang guru.
Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak, bagi guru menurut harapan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi suri teladan, didalam maupun diluar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik yang ia ajar.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, korupsi, pelanggaran seks dan lain-lain, namun kalau guru melakukan perbuatan tersebut di anggap sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang di didiknya.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru harus memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikan sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial didalam maupun diluar sekolah.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua dari pada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, karena guru juga di pandang sebagai pengganti orangtua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula di perlihatkan terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anak.
Sedangkan sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah, dan lama kerjanya.
Adapun peranan bagi seorang guru adalah seorang guru diharapkan berperan sebagai teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia berperan sebagai orang dewasa, sebagai seorang pengajar, sebagai seorang pendidik dan sebagai pemberi contoh dsb.
Salah satu peranan guru adalah sebagai seseorang yang profesional. Jabatan sebagai profesional menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara kesinambungan. Guru yang berkualitas profesionalnya, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam cara mengajarkannya secara efektif dan efisien dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang baik. Selain itu integritas diri serta kecakapan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta dikembangkan.
Menurut Semana (1994), seorang guru dituntut untuk bisa berperan dalam menunjukan citra guru yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J.Sudarminto (1990) (dalam semana, 1994) berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman pola tindakan keguruannya yang tidak rutin, guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuannya dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berfikir, membaca keilmuan, kecakapan problem solving, dll) yang diperlukannya untuk lebih lanjut atau berkesinambungan.
Guru juga harus memiliki kecakapan kerja yang baik dan kedewasaan berpikir yang tinggi sebab guru sebagai pemangku jabatan yang profesional merupakan posisi yang bersifat strategis dalam kehidupan dan pembangunan masyarakat.
Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan peranannya lewat usaha mengembangkan kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam belajar lebih lanjut. Salah satu yang melandasi pentingnya guru harus terus berusaha mengembangkan diri karena pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Hal ini berlaku dimana usaha seseorang untuk mencapai perkambangan diri serta karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf sempurna mutlak).
B.     Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di Negara satu dengan Negara yang lain dan zaman ke zaman lain pula. Di Negara–negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranan yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangun bangsa. Dari guru diharapkan agar ia menjadi manusia yang idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya  sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walau demikian, masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan pekerjaan tukang kayu. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Karena, kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Dalam persepektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan tugas propesionalnya di dalam kelas, namun harus pula melaksanakan tugas-tugas pembelajaran-pembelajarannya di luar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasislitator terhadap kemajuan serta pembaharuan. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (referensi) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang nilai-nilai norma yang harus dijaga dan dilaksanakan, ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain.
Ki Hajar Dewantara menggambarkan peranan guru sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Disini tampak jelas bahwa, guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktifitas masyarakat secara holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah positif bagi perkembangan masyarakat.
C.     Peranan Sosial Guru di Sekolah
Peranan sosial guru di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting, terutama dalam efektifitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat tergantung kepada peranan guru.
Abin Syamsudin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas seorang guru yang ideals seyogyanya dapat berperan sebagai:
1.      Konservator (pemeliharaan) yaitu sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan.
2.      Inovator (pengembangan) yaitu sistem nilai ilmu pengetahuan.
3.      Transmitor (penerus) yaitu sistem nilai kepada peserta didik.
4.      Transpormator (penterjamahan) yaitu sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam proses interaksi dengan sasaran anak didik.
5.      Organisator (penyelanggara) yaitu terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abidin Syamsudin dengan mengutip pemikiran Gage dan Bermiler, mengemukakan peranan guru dalam proses pembelajaran peserta didik yang mencakup:
1.      Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran (pre-teching problem).
2.      Guru sebagai pelaksana (organizer) yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, dimana ia bertindak sebagai sumber (resource peron).
3.      Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan. Menganalisis, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgment) atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran.
4.      Guru sebagai pembimbing (teacher counsel) dimana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang di duga menangani kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya.
Adapun peranan guru terhadap anak didiknya, merupakan peranan vital dari sekian banyak peran yang harus dijalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru di dalam kelas adalah untuk memberikan keteladanan, pengalaman, serta ilmu pengtahuan kepada murid-murid tersebut. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi 2 jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas.
Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dan tugas-tugas guru yang bersangkutan, yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya.
Dalam situasi sosial informal, guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya suatu rekreasi, olahraga, berpikni atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru pada waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagi manusia terhadap manusia lainnya dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat, sedangkan dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri.
Pada satu pihak, guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasan disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Dilain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabatnya dan dapa bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid.


BAB III
KESIMPULAN
Kedudukan guru adalah sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai seorang guru.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (referensi) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang nilai-nilai norma yang harus dijaga dan dilaksanakan, ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain.
Abin Syamsudin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas seorang guru yang ideals seyogyanya dapat berperan sebagai:
a.       Konservator (pemeliharaan) yaitu sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan.
b.      Inovator (pengembangan) yaitu sistem nilai ilmu pengetahuan.
c.       Transmitor (penerus) yaitu sistem nilai kepada peserta didik.
d.      Transpormator (penterjamahan) yaitu sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam proses interaksi dengan sasaran anak didik.
e.       Organisator (penyelanggara) yaitu terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik serta Tuhan yang menciptakannya).



DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Tidak ada komentar: