GAMBARAN INTERAKSI
RASULULLAH SAW DAN SAHABAT
PERIODE AWAL PENDIDIKAN ISLAM
OLEH : KLP VIII
INRAWATI
NUR HAQIDAH APRILIANI
HAERUL.S
MUH. RAIS
PEMBAHASAN
A.
PENDIDIKAN PADA
MASA RASULULLAH
1.
Pelaksanaan
pendidikan Islam pada fase Mekah
Sebelum Nabi
Muhammad SAW memulai
tugasnya sebagai Rosul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya,
Allah telah mendidik lewat Malaikat Jibril dan mempersiapkannya untuk
melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan
serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini
Nabi Muhammad sebagai murid yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh
Allah SWT. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar
mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi beliau
tidak larut sama sekali kedalamnya.
Nabi Muhammmad
SAW memulai melakukan pendidikan sebagai murid, atau beliau menerima materi
pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat Jibril AS sejak beliau menerima wahyu
yang pertama pada bulan Romadon di Gua Hira’, hal ini sesuai dengan pernyataan
firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat 185
شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى
والفرقان .
Artinya :
“ (Beberapa yang ditentukan itu ialah) bulan Romadon, bulan yang didalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang batil)”.
Adapun materi
yang diterima pertama kali itu adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;
ااقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان
من علق . اقرأ وربك الاكرم .الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم
.
Artinya :
“ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia
dari segumpal dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar
dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui”.
Ayat ini
merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat manusia tentang awal penciptaan
manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di antara kemurahan Allah SWT
adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang belum diketahui. Allah
mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, oleh karena itu melalui ayat ini
Allah SWT menganjurkan bahkan mewajibkan supaya manusia agar melakukan membaca
dan belajar tentang segala permasalahan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah dan
petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa
yang harus beliau lakukan, baik terhadap dirinya maupun terhadap umatnya.
Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau memberikan peringatan
kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi pendidikan selanjutnya diturunkan
berangsur-angsur, sedikit-demisedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera
beliau sampaikan kepada umatnya, diiringinya penjelasan-penjelasan dan
contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Sejak itu peran
Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg beliau sebagai murid yang sekali
waktu beliau juga tetap belajar kepada malaikat Jibril, selain itu beliau
berperan sebagai guru atau pendidik yang harus mengajar para sahabat. Sejarah
menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khususnya pada Rosulullah SAW dan para
sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau
sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena
panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT,
mengharap keridlaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruannya, dan
menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada dalam memperbaiki umat .
2.
Pelaksanaan pendidikan
Islam pada fase Madinah
Hijrah dari
Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari
tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Mekah yang tidak menghendaki
pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud
untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi
tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti terbentuk masyarakat
baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Nabi Ibrahim AS
yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhaammad SAW melalui wahyu Allah SWT.
Sebelum hijrah
ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah banyak di antara penduduk kota Mekah
ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya tediri dari suku-suku bangsa
Arab dan bangsa Yahudi, yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi
tersebut suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi
Ibrahim dan sebagainya. Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka,
agak mudah mereka merimanya.
Penduduk
Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka tertarik dan memohon kepada
Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk mengajarkan ajaran Islam kepada
mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan mengutus Mus’ab bin Umair menjadi
pengajar mereka. Pada tahun 12 dari kenabian, datang 75 orang
Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah, sekaligus mengundang
Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah. Mereka juga berjanji untuk memberi
perlindungan kepada Rosulullah SAW seperti yang disebutkan dalam Bai’at Aqabah
II.
Kalau pembinaan
pendidikan Islam di Mekah titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid
ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar
tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam di Madinah pada hakekatnya
adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekah, yaitu pembinaan di
bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga
akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cerminan dan pantulan sinar
tauhid tersebut.
Wahyu secara
berangsur-angsur turun selama periode Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW
dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan
menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau sering
mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang,
dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan.
Penulis-penulis Al-Qur’an yang telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap
ayat yang diturunkanpun tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara
mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin
Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh
Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan
sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari
wahyu-wahyu.
3.
Lembaga Dan
Sistem Pendidikan
Lembaga
pendidikan Islam ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul Arqam/rumah Arqam
ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan Islam, istilah Kuttab telah
dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan
bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi
mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar
gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan lembaga
pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan
Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid.
Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau
pepatah-pepatah Arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun
penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru terjadi kemudian,
ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah banyak, dan terutama
setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan
guru Kuttab pada masa awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang
dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan
wahyu.
Kedua, sebagai
pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an
pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’
dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru
yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini
merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa
memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari
pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika
bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh
orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang
kuda dan berenang.
Ketika
Rasulullah saw. dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah saatu program
pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan
sebuah masjid. Meslipun demikian, eksistensi Kuttab sebagai
lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah.
Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin
banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah saw. misalnya materi jual beli, materi
keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa
dipakai di Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah
Islam, masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah
Masjid At-Taqwa di Quba’ pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil
dari kota Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah 108). Rosulullah
SAW membangun sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram yang disebut As-Suffah,
untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka
dikenal dengan “ Ahli Suffah “. Pembangunan masjid tersebut bertujuan
untuk memajukan dan menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu,
masjid juga memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan
sosial-politik, bahkan lebih dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan
lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen
sebagaimana yang dikutip Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam yang
berlangsung di masjid adalah pendidikan yang unik karena memakai
sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat
dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depannya membentuk
lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan. Bila ditinjau lebiih lanjut,
bahwa sistem halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang
tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih
menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan
dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di
dekat Syekh, murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya
akan duduk lebih jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah
posisinya dalam konfigurasi halaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi
dalam halaqah menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan
resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri dari 20 orang siswa atau
murid.
Metode diskusi
dan dialog kebanyakan digunakan dalam berbagai halaqah. Dikte
(imla’) juga memiliki peranan pentingdalam halaqah,
tergantung pada kajian dan topik bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan
penjelasan oleh syekh atas materi yang telah didiktekan.
Uraian pembahasan juga disesuaikan dengan kemampuan peserta
halaqah. Kemudian menjelang akhir kelas, waktu akan dimanfaatkan oleh
syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi bisa
berbentuk tanya jawab, terkadang juga syekh menyempatkan untuk
memeriksa catatansiswa-siswanya untuk mengoreksi dan
menambahkan seperlunya. Kemajuan suatu halaqah ini tergantung kepada
kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem pendidikan. Biasanya apabila
suatuhalaqah telah maju, maka akan banyak dikunjungi para peserta didik
dari berbagai penjuru.
B.
PADA MASA
SAHABAT RASULULLAH
a. pada masa khalifah abu bakar As-Siddiq (632-634)
Setelah nabi
wafat, sebagai pemimpin umat islam abu bakar as-sidiq sebagai khalifah.
Khalifah adalah pemimpin yang
diangkat setelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan melanjutkan tugas-tugas
sebagi pemimpin agama dan pemerintahan. Pelaksanaan pendidikan islam pada masa
khalifah abu bakar ini adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan
pada masa Nabi baik materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi
materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq,
ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya
yang wajib disembah adalah Allah.
2. Pendidikan akhlaq,seperti adab masuk rumah orang,sopan
santun bertetangga,bergaul dalam masyarakat.
3. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan
haji
4. Kesehatan seperti tenteng kebersihan, gerak-gerik dalam
sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
Di
samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai
silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan
suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan
masing-masing dalam bangsa arab.
C.
PADA MASA
KHALIFAH UMAR BIN KHATAB (634-644)
Abu
bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah
Nabi wafat, berdasarkan hal inilah abu bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin
khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tudak terjadi perselisihan
dan perpecahan dikalangan umat islam, kebijakan abu bakar tersebut ternyata di
terima oleh masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin khattab, kondisi politik
dalam keadaan stabil, usaha perluasan islam mempeoleh hasil yang
gemilang.wilayah islam pada masa Umar bin khattab meliputi semenanjung arabia,
palestina, syiria, irak, persia, dan mesir.
Dengan
meluasnya
wilayah islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk
memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan
keahlian, sehingga dalam hal ini di perlukan pendidikan. Pada masa Umar bi khattab, mata
pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-qur’an dan menghafalnya
serta belajar pokok-pokok agama islam. Pendidikan pada masa Umar ini lebih maju
dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa
arab sudah mulai tampak, orang yang baru masuk islam dari daerah yang
ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahui islam, oleh karena itu , pada masa ini sudah terdapat pengajaran
bahasa arab.
D. PADA MASA KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (664-656)
Pada
masa khalifah Usman bin affan, pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh brerbeda
dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah
ada, namun hanya sedikit perunbahan yang mewarnai pendidikan islam. Para
sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan rasul yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar
dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar
pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses
pelaksanaan pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan mudah dijangkau
oleh seluruh peserta didik yang menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat
pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih
tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin affan diserahkan umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak megangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya mengharap ridho Allah.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin affan diserahkan umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak megangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya mengharap ridho Allah.
E. PADA MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THOLIB (656-661)
Pada
masa Ali bin abi tholib telah terjadi pemberontakan, sehingga di masa ia
berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali
berkuasa,kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan, pada saat
itu Ali tidak sempat memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan
perhatiannya di tumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat
islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh
beda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran
islam yang bersumber pada al-qur’an dan hadis Nabi.
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan Pada Masa Rasulullah Saw meliputi : pola
Pendidikan, Lembaga dan Sistem Pendidikan, Metode Pengajaran, Evaluasi
Pendidikan, Pola Pendidikan Rasulullah SAW dilaksanakan pada 2 fase :
pendidikan fase Mekah, pendidikan pada fase Madinah.
Pendidikan pada masa Abu Bakar
tidak jauh beda dengan pendidikan masa Rasulullah SAW. Pada masa khalifah Umar
Bin Khattab, pendidikan sudah meningkat dimana pada masa khalifah Umar
guru-guru sudah digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru di taklukkan.
Pada masa khalifah Utsman Bin
Affan, pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat tidak hanya focus di
Madinah saha, tetapi sudah dibolehkan kedaerah-daerah untuk mengajar.
Pada
masa khalifah Ali Bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian di
sebabkan karena pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung pada
kekacauan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar