LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN
SEBELUM MADRASAH
OLEH : KLP I
NURMIATI
MUNAWAR
AHSANUL ABIDIN
ABDUL RAHMAN DEROSARI
ABDUL ARIF
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MADRASAH
Kalau dicermati
istilah madrasah dari aspek devirasi kata, maka madrasah merupakan isim
makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi, madrasah
berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Karenanya,
istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga
bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan
lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
Kata “Madrasah” berasal
dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa,
Yadrusu, Darsan dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti
“Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq). Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya
“membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy. Baik dari bahasa Arab
atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Padanan
madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”.
Dalam sejarah
pendidikan Islam, makna madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi
belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab, pemakaian istilah madrasah secara definitife
baru muncul abad ke-11. Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi dari
masjid ke madarasah. Ada beberapa teori yang berkembang seputar
proses transformasi tersebut antara lain; George Makdisi (1981) menjelaskan
bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan Islam dari masjid ke
madrasah terjadi secara tidak langsung melalui tiga tahap. Pertama, tahap
masjid. Kedua, tahap masjid-khan. Ketiga, tahap madrasah. Sedangkan Ahmad
Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi
secara langsung. Karena disebabkan oleh konsekuensi logis dari semakin ramainya
kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya kegiatan ibadah (dalam
arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Beberapa pendapat
para sejarawan terkait dengan sejarah munculnya madrasah pertama memang ada
perbedaan. Namun, menurut penulis adanya beberapa pendapat tersebut tidak perlu
menjadi perdebatan dalam tulisan ini. Sebab pada tulisan ini nantinya, hanya
akan membahas tentang kelembagaan pendidikan Islam sebelum madrasah itu
sendiri. Sedangkan sedikit pembahasan tentang madrasah di atas sebagai acuan
untuk membahas kelembagaan sebelum madrasah lebih lanjut.
B.
KELEMBAGAAN
PENDIDIKAN ISLAM PRA MADRASAH
Pada awal tumbuhnya
Islam yaitu pada masa Nabi Muhammad saw tahun 610 M (periode pertama dan kedua)
ditemukan bahawa proses kegiatan pendidikan Islam dimulai sejak wahyu pertama
turun, yaitu Surat Al-Alaq; ayat 1-5:
1.
Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam
4.
Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan turunnya surat
di atas (sebagai landasan fundamental dalam Islam), Allah swt melalui
rasul-Nya; Nabi Muhammad saw, telah memerintahkan umat Islam untuk belajar
membaca dan menulis. Pada hakekatnya, perintah “bacalah” ini memiliki
makna filosofi mendalam bila ditinjau dari aspek pendidikan. Karena membaca,
maka realitas dibalik ciptaan-Nya ini bisa dipahami secara utuh. Disamping itu,
ia dimaknai sebagai upaya pencanangan dan pemberantasan buta huruf dan tindakan
awal dalam membebaskan umat dari ketidaktahuan. Hal ini mengingat bahwa kondisi
masyarakat Arab pada saat itu, secara garis besar lemah dan buta, kebodohan
mewarnai segala aspek kehidupan dan manusia hidup layaknya binatang.
Istitusi pertama yang
digunakan sebagai tempat kegiatan belajar membaca, menulis, dan menghafal
Al-Qur’an yaitu Darul Arqam (sebuah rumah sahabat; Arqam di luar Makkah). Pada
saat itu, Rasulullah sendiri bertindak sebagai guru dalam mengajar, dan
membimbing mereka dalam memahami Al-Qur’an. Selanjutnya setelah hijrah ke
madinah (Yastrib), maka kegiatan (pendidikan) belajar dipusatkan di Masjid
Nabawi. Selain masjid, ada beberapa istilah institusi pendidikan yang digunakan
pada periode pertama dan kedua. Menurut Syalabi (1978), dan Mehdi (2003) dalam
M. Habib Husnial Pardi, institusi pra-madrasah (sebelum Madrasah), itu sebagai
berikut:
a.
Maktab atau Kuttab, Syalabi memaknai kuttab sebagai tempat untuk memberi pelajaran rendah,
sedangkan Mehdi berpendapat bahwa ia merupakan tempat-tempat untuk mengajar
menulis. Dari dua pendapat tersebut, istilah maktab versi modern bisa dimaknai
sebagai tempat pendidikan dasar (Sekolah Dasar/Ibtidaiyah; Elementary School),
karena hanya mengajarkan ketrampilan-ketrampilan dasar menulis dan membaca.
Guru dalam pendidikan maktab disebut Muallim. Contohnya; maktab milik Abul
Qasim al- Balkhi di Julfa (w. 723; 105 H) dengan tiga ratus murid.
Sedangkan, kata Kuttab atau Maktab berasal dari kata dasar yang sama,
yaitu kataba yang artinya
menulis. Sedangkan pengertian Kuttab atau Maktab adalah tempat menulis atau tempat dimana berlangsungnya kegiatan tulis-menulis
untuk mempelajari sesuatu. Sedangkan dalam pengertian para ahli sejarah Kuttab
adalah sebuah lembaga pendidikan
dasar yang mengajarkan cara membaca dan menulis
kepada anak-anak ataupun
remaja kemudian meningkat kepada pengajaran pemahaman Al-Qur’an dan pengetahuan dasar.
b.
Sekolah Istana; sesuai dengan namanya, sekolah istana merupakan tempat pendidikan yang dilaksanakan di istana.
Perbedaannya dengan maktab yaitu selain diberikan ketrampilan menulis dan
membaca, ia juga diberikan pelajaran social dan kebudayaan sebagai persiapan ke
pendidikan tinggi, memasuki pergaulan di masyarakat dan untuk bekerja di
istana. Gurunya disebut Muaddib; seorang yang bertingkah laku yang baik.
c.
Sekolah kedai
buku; tempat ini bisa dimaknai sebagai tempat-tempat tinggal pribadi cendekiawan
muslim, atau disebut juga sebagai salon sastra.
d.
Shuffah; ia merupakan institusi pendidikan untuk aktivitas belajar pada masa Rasulullah saw, Ubaid ibnu
Al-Samit diangkat menjadi guru di Suffah tersebut. Lembaga ini didirikan
sebagai tempat mempelajari, membaca, dan menghafal Al-Qur’an yang langsung
dibimbing oleh Nabi. Disamping itu, ada beberapa materi lainnya juga diajarkan
antara lain; ilmu dasar berhitung, kedokteran, dan ilmu fonetik.
e.
Halaqah; sesuai maknanya merupakan tempat belajar dimana siswanya duduk
melingkari guru. Bentuk pembelajaran ini bisa dijumpai di setiap pondok
pesantren, ketika seorang kyai memberikan pengajian di aula, mushalla, atau
masjid.
Halaqah artinya lingkaran.
Halaqah merupakan institusi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan
lanjutan atau college. Institusi ini secara umum dikenal dengan halaqah. System
ini merupakan gambaran tipikal dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar
masa itu. Guru biasanya duduk di atas lantai sambil menerangkan, membacakan
karangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran.
Murid-muridnya akan mendengarkan penjelasan guru dengan duduk diatas lantai
yang melingkari gurunya.
f.
Khan; berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran
agama antara lain fikih.
g.
Ribath; biasanya dihuni oleh orang-orang miskin.
h.
Rumah sakit; pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat
merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk
mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan kepengobatan.
Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang
didirikan di luar rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam
juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Ini pula tampaknya yang diterapkan
oleh dunia pendidikan modern.
i.
Toko-toko buku; berperan sebagai tempat transmisi ilmu dan Islam. Selama kejayaan
Dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya, toko-toko ini tidak saja
menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran atau penjualan buku-buku, tetapi juga
menjadi pusat studi dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang didalamnya.
Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang
berfungsi sebagai pemimpin lingkaran studi tersebut.
j.
Perpustakaan; perpustakaan pada zaman Dinasti Abbasiyah tumbuh dan berkembang pesat,
baik perpustakaan yang sifatnya umum; didirikan oleh pemerintah, maupun
perpustakaan yang sifatnya khusus; didirikan oleh para ulama dan sarjana. Bait
al-Hikamh yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan berkembang pesat
pada masa al-Makmun merupakan salah satu contoh dari perpustakaan dunia Islam
yang lengkap. Didalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa Yunani,
Persia, India, Qibti, dan Aramy.
k.
Masjid; semenjak berdirinya dizaman Nabi Muhammad saw telah menjadi sentral
kegiatan dan informasi bagi kaum muslimin, termasuk kegiatan pendidikan. Pada
masa Khalifah Bani Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagaamaan. Pada dinasti
Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan
oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas
pendidikan seperti tempat untuk pendidikan anak-anak, pengajaran orang dewasa
(halaqah), juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap.
l.
Majelis atau Salon
Kesusastraan; adalah suatu
majelis khusus yang diadakan khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu
pengetahuan. Majelis seperti ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Khulafa
Ar-Rasyidin dan diadakan di masjid. Namun pada dinasti Umayyah, pelaksanaanya
dipindah ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Salon
sastra yang berkembang di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para
cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang
sastra dan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun ar-Rasyid (170-193) majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar
biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas,
sehingga khalifah aktif didalamnya. Pada masa beliau, sering diadakan
perlombaan antara ahli-ahli sya’ir, perdebatan antara fukaha dan sayembara
antara ahli kesenian dan pujangga.
Dan
institusi-institusi lainnya. Adapun “madrasah” sendiri menurut
sebagian ahli sejarah, pertama kali dikenal di dunia Islam pada masa Dinasti
Saljuk. Penggagasnya adalah seorang wazir terkenal Dinasti Saljuk yang bernama
Nizam al-Mulk (465-485 H). Ia hidup dan menjadi wazir pada masa pemerintahan
Sultan Alb Arsalan dan Sultan Malik Syah. Madrasah-madrasah didirikan
diberbagai kota didalam wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk seperti; Baghdad,
Nisapur, Balk, Heart, Asfahan, Basrah, Marwu, Annal, dan Mausil. Menurut
al-Subki, seperti dikutip Syalabi, bahwa Nizam al-Mulk mempunyai madrasah di
setiap kota Irak dan Khurasan. Madrasah-madrasah itu diberi nama “Nizamiyah”
sesuai dengan nama pendirinya.
Adapun lembaga
lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah secara umum dapat di bagi menjadi 4
tahapan, yaitu;
1.
Lembaga pendidikan
zaman Rasulullah SAW
1. Lembaga pendidikan zaman Khulafa’ur Rasyiddin
2. Lembaga pendidikan zaman Umawiyah
3.
Lembaga pendidikan
zaman Abbasiyah dan Andalusia
C.
MATERI
PENDIDIKAN ZAMAN UMAWIYAH
Materi-materi
pendidikan zaman Umawiyah ini sudah begitu banyak. Hal ini terlihat dari
ahli-ahli berbagai macam ilmu pendidikan
zaman tersebut, diantaranya:
1.
Ilmu Tafsir; ahlinya adalah Abd. Malik bin Juraij al-Makki, dimana kitab Tafsir
Al-Qur’an al-Karim termasuk buku-buku pertama yang ditulis dalam Islam.
2.
Ilmu Hadist; ahlinya disamping Abd. Malik bin Juraij al-Makki, juga sahabat-sahabat
Ibn Abbas.
3.
Ilmu Fiqih; ahlinya Abu Hanifah al-Nu’man (80-150 H), dan Malik bin Anas al-Anshari
(95-179 H).
4. Ilmu Kalam; diantara ahlinya
Wasil bin Atha’ Al-Ghazali (w. 131 H) yang berguru pada Hasan al-Basri, tetapi
kemudian meninggalkannya yang menulis buku Al-Manzilah Bain al-Manzilatain
5. Sirah Nabi dan cerita Peperangan, diantara ahlinya Urwah bin Al-Zubair
(w.93 H) dianggap yang palimg mula-mula sekali mengarang mengenai sirah Nabi.
Ibn Syihab Al- al-Zuhri (w. 124 H) juga dikenal membukukan cerita-cerita
peperangan, dan lain-lain.
6. Sastra, Sya’ir dan Khitabah; Umar bin Abi
Rabi’ah sebagai ahli sastra, al- Farazdaq, Jarir, dll sebagai penyair, dan
Ziyad al-Hajjaj, Utbah bin Abi Sufyan sebagai ahli pidato (khitabah).
7.
Ilmu Tarjamah; ahlinya diantaranya adalah Khalid bin Yazid cucu Mu’awiyah bin Abi
Sufyan dan Umar bin Abdul aziz, dll.
D.
MATERI
PENDIDIKAN ZAMAN ABBASIYAH
Dalam zaman Abbasiyah
ini merupakan jaman keemasan Islam, sehingga materi-materi ilmu pengetahuan
zaman ini sudah sangat maju. Diantara ilmu-ilmu pendidikan yang diajarkan pada
zaman ini diantaranya adalah:
1.
Ilmu Tafsir
2. Ilmu Qira’at, Tajwid, dan Dabt
3. Ilmu Hadist
4. Ilmu Musthalah Hadist
5. Ilmu Fiqih
6. Ilmu Ushul Fiqih
7. Ilmu Kalam
8. Ilmu Tasawuf
Adapun ilmu Bahasa
dan Sastra pada zaman Abbasiyah yang diajarkan antara lain;
1. Ilmu Bahasa
2. Ilmu Nahwu, Saraf, dan Arud
3. Ilmu Sastra
4. Ilmu Balaghah
5. Ilmu Kritik Sastra
Sedangkan ilmu-ilmu
sejarah dan social yang diajarkan pada
zaman Abbasiyah yaitu:
1.
Ilmu-ilmu Sirah,
Syamail, Peperangan, dan Riwayat Hidup
2.
Ilmu sejarah politik
dan social
Disamping itu zaman
Abbasiyah juga menciptakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku
individu dan sosial, diantaranya:
1.
Ilmu Jiwa
2. Ilmu Pendidikan
3. Ilmu Akhlak
4. Ilmu Sosiologi
5. Ilmu Ekonomi
6. Ilmu Politik
7.
Ilmu Tatalaksana
(Administration)
Zaman Abbasiyah juga
mengajarkan materi-materi pendidikan tentang ilmu geografi dan perencanaan kota
1.
Ilmu geografi;
ilmuwan yang terkenal adalah Jabir bin Hayyan (w. 198 H), dll.
2.
Ilmu perencanaan kota
(Town Planning); pengarang yang mashur dalam bidang ini adalah Taqiyyuddin
Ahmad Ali al-Maqrisi (w. 845 H)
Zaman Abbasiyah juga
mengajarkan materi-materi tentang: ilmu-ilmu filsafat, logika, debat, dan
diskusi. Mengajarkan ilmu-ilmu tulen,
meliputi; ilmu matematika, ilmu falak, dan ilmu music. Materi ilmu kealaman dan
eksperimental, meliputi; ilmu kimia, ilmu fisika, ilmu biologi (manusia, hewan,
dan tumbuhan). Materi dalam ilmu terapan dan praktis, meliputi; ilmu
kedokteran, ilmu farmasi, dan ilmu pertanian.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa;
Ø Lembaga lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah dapat di bagi secara
umum, menjadi 4 yaitu; [1]. Lembaga pendidikan zaman Rasulullah saw. [2].
Lembaga pendidikan zaman Khulafa’ur Rasyiddin. [3]. Lembaga pendidikan zaman
Umawiyah. [4]. Lembaga pendidikan zaman Abbasiyah dan Andalusia.
Ø Lembaga pendidikan Islam sebelum adanya madrasah memang banyak sekali,
diantaranya seperti kuttab, sekolah istana, toko kedai buku, suffah, khan,
ribbath, dan lain sebagainya. (Lihat pembahasan secara lengkap diatas).
Ø Adapun materi-materi pendidikan sebelum madrasah sudah sangat banyak
meliputi berbagai ilmu sebagaimana tersebut diatas. Lebih-lebih pada zaman
Abbasiyah sebagai puncak perkembangan ilmu-ilmu Islam yang sangat bisa
dibanggakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar