MADRASAH DAN PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN ISLAM
OLEH : KLP VI
FADLI ABDULLAH
SAMIRUDDIN
AKHLAK
SAYRAF HASYIM
PEMBAHASAN
A. MASA KEJAYAAN ISLAM
Masa
kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam
berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam
dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam
berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan
pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan
pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada
masa kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan
perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang
dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia
pada masa itu.
Dalam
perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu
berupa tantangan dan rangsangan dari luar.
Pendidikan
Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa
pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu
pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman,
tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
B. TUJUAN PENDIDIKAN PADA MASA ABBASIYAH
Tujuan pendidikan
islam pada masa abbasiya yaitu :
1. Tujuan Keagamaan dan Ahlak
Anak
didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu merupakan suatu
kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama dan berahlak menurut
agama.
2. Tujuan Kemasyarakatan
Pemuda-pemuda
yang belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki
masyarakat menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan.
3. Cinta akan Ilmu Pengetahuan
Belajar
demi memperdalam ilmu pengetahuan.
4. Tujuan Kebendaan
Menuntut
ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan
kekuasaan dan kemegahan di dunia ini.
C. KURIKULUM
Menurut
Ahmad Tafsir, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau
dipelajari oleh siswa. Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum
sekolah tingkat rendah adalah al Qur`an, agama, membaca, menulis, dan syair. Di
istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khittabah, ilmu
sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, ilmu-ilmu pokok seperti al Qur`an,
syair dan fiqh.
Di
lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulumnya adalah ilmu
agama dengan al Qur`an sebagai intinya. Selain itu hadits dan tafsir. Hadits
merupakan materi penting di masjid-masjid, karena kedudukannya sebagai sumber
agama Islam yang kedua, setelah al Qur`an. Sedangkan tafsir adalah ilmu yang
membahas kandungan al -Qur`an dengan penafsirannya.
Pelajaran
fiqh, merupakan materi kurikulum yang paling populer karena bagi mereka yang
ingin mencapai jabatan-jabatan dalam pengadilan harus mendalami bidang studi
tersebut. Banyaknya muslim yang tertarik pada ilmu fiqh karena besarnya
penghasilan yang diperoleh ahli-ahli fiqh dalam memecahkan masalah fiqhiyah
seperti masalah warisan menyebabkan berkembangnya kebiasaan buruk sebagaimana
yang dikritik oleh al Ghazali yaitu munculnya ahli fiqh yang memberikan
fatwa-fatwa demi mengharap imbalan harta.
Seni
berdakwah (retorika) juga membentuk bagian penting dalam pengajaran ilmu-ilmu
agama, karena kemampuan menyampaikan dakwah dengan meyakinkan dan pelajaran
yang ilmiah serta memainkan peranan penting dalam kehidupan keagamaan dan
pendidikan Islam di kalangan masyarakat muslim. Mata pelajaran retorika
teridiri dari tiga cabang yaitu al
Ma`ani yang membahas
perbedaan kalimat dan bagaimana melafalkannya dengan jelas, al Bayan, yang mengajarkan seni
mengekspresikan ide-ide dengan fasih dan tidak mengandung arti ganda, dal al Badi yang membahas kata-kata indah dan
hiasan kata dalam pidato.
D. METODE-METODE
PENGAJARAN
Metode
pemngajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar
mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada
anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan
ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan gurunya.
Metode
pengajaran yang dipakai pada masa dinasti Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi
3 macam, yaitu:
1.
Metode
lisan
Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa
diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang
dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat
membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al
asma`), yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan,
sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan
kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya
digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam
pendidikan Islam dengan cara perdebatan.
2.
Metode
hafalan
Metide ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang
sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid
mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia
dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.
3.
Metode
tulisan
Metode ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metod ini
di samping bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar
artinya bagi penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin
cetak.
E. KEHIDUPAN
MURID
Ciri
utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :
1.
Diharuskannya
belajar membaca dan menulis.
2.
Bahan
pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan
mereka membuat kesalahan yang akan menodai al Qur`an.
3.
Murid-murid
diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an.
4.
Pada
sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan
anak-anak.
5.
Hubungan
guru dan murid sebagai hubungan orang tua dan anak.
Pada
pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang
dianggapnya paling baik.
Di
antara ciri khas pendidikan di masa dinasti Abbasiyah adalah teacher oriented , yaitu kualitas suatu
oendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang
dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misdalnya di perpustakaan, toko buku,
rumah ulama atau tempat terbuka. Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pelajar tidak tetap, yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran
untuk menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yan g mempunyai tujuan
utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar.
Setiap
pelajar membuat daftar guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam
al Masyakhah. Daftar
tersebut digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar kepada guru-guru
yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari
seorang guru.
F. RIHLAH
ILMIYAH
Yaitu
pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini
pendidikan di masa dinasti Abbasiyah tidak hanya di batasi dengan dinding kelas
(school
without wall) tetapi memberikan kebebasan kepadamurid untuk belajar
kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Guru-guru juga melakukan perjalanan dan
pindah dari satru tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus belajar,
sehingga sistem rihlah ilmiyah disebut dengan learning
society (masyarakat
belajar).
Kebebasan
perjalanan di berbagai daerah Islam menyebabkan pertukaran pemikiran (culture
contact) terus berlangsung antar masyarakat Islam sehingga dinamika
sosial dan peradaban Islam terus berlangsung. Syalabi, mengutip dari Nicholson
menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah mencari bunga ke
tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya dengan membawa
madu yang manis.
G. WAKAF
Lembaga
wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan Islam. adanya sistem
wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang menganggap bahwa
ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari`ah Islam sehingga aktifitas
ekonomi memppunyai tujuan ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu di
saat ekonomi Islam mencapai kemajuan, umat Islam tidak segan-segan membelanjakan
uangnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam seperti halnya untuk
pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan dipelopori penguasa Islam yang cinta ilmu
seperti Harun al Rasyid dan al Ma`mun maka berdirilah lembaga-lembaga
pendidikan untuk keilmuan.
Menurut
Syalabi, bahwa khalifah al Ma`mun adalah orang yang pertama kali memberikan
pendapatnya tentang pembentukan badan wakaf.
H. BERKEMBANGNYA
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
1.
Lembaga Pendidikan Islam Nonformal
a) Kutab sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kutab
atau maktab, berasal dari kata dasra kattaba yang berarti menulis atau tempat
menulis. Pada mulanya dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan, yang
diajarkan adalah menulis dan membaca. Kemudian pada akhir abad pertama
hijriyah, kutab tidak hanya mengajarkan menulis dan membaca, tetapi juga
mengajarkan membaca al Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam.
b) Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan
anak di istana berbeda dengan pendidikan di kutab pada umumnya. Di istana orng
tua murid membuat rencana pelajaran yang selaras dengan anaknya. Guru yang
mengajar disebut Mu`addib,
karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan serta
pengetahuan.
c) Toko-Toko Kitab
Toko-toko
kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja, tetapi juga sebagi tempat
berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu pengetahuan untuk
berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah atau
sekaligus sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
d) Rumah-Rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Pada
masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, rumah-rumah
para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Di antaranya, rumah Ibnu Sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad
al Fashihi, Ya`qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.
e) Majelis Kesusasteraan
Yaitu
majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu
pengetahuan.
f) Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)
Badiah
digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih dan murni
serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-ulama yang banyak pergi ke
Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya;
1)
al Khalil bin Ahmad (160 H). ia
pergi ke badiah Hijaz, Najd, dan Tihamah.
2)
Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar
kepada 80 orang syekh di Bani Aqil.
3)
al Kasai (182 H). Ia belajar di
badiah dan menghabiskan 15 botol tinta untuk menulis tentang Arab.
4)
Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di
Hudzail selama 17 tahun.
g) Rumah Sakit (Bimaristan)
Pada
masa dinasti Abbasiyah yang mendirikan rumah sakit adalah Harun al Rasyid, yang
memerintahkan kepada dokter Jibrail bin Buhtaisu untuk mendirikan rumah sakit
di Baghdad. Di sebelah rumah sakit ada perpustakaan dan bilik untuk mengajarkan
ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan.
h) Perpustakaan
Perpustakaan
menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai tempat belajar serta sumber
pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan ada 3 macam, yaitu;
1)
Perpustakaan baitul hikmah di
Baghdad, didirikan oleh khalifah Harun al Rasyid. Perpustakaan ini berisi
ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab dan ilmu umum yang diterjemahkan dari
bahasa Yunani, Persia, India, Qibty, dan Arami.
2)
Perpustakaan al Haidariyah di Najaf
(Irak) di sebelah makam Ali bin Abi Thalib.
3)
Perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah,
didirikan oleh Abu Ali bin Suwar. Dalam perpustakaan ini diadakan khalakah
pelajaran.
4)
Perpustakaan Sabur didirikan pada
tahun 383 H oleh Abu Nasr sabur bin Ardasyir. Dalam perpustakaan ini kurang
lebih ada 10.400 jilid buku.
5)
Darul Hikmah di Kairo (Mesir),
didrikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimy tahun 395 H.
6)
Perpustakaan khusus, yaitu
perpustakaan al Fath bin Khagan Wazir al Mutawakkil al Abbasy (247 H),
Perpustakaan Hunain bin Ishaq (264 H), dan Perpustakaan Ibnu al Khassyah (567
H).
7)
Perpustakaan di Andalusia,
perpustakaan yang besar adalah perpustakaan di Kurtubah (Cordova). Didirikan
oleh al Hakam bin an Nashir yang menjadi khalifah di Andalusia tahun 350 H.
i)
Ribath (Khaniqah), ialah kamp,
tempat tentara yang dibangun di perbatasan negeri intuk mempertahankan negara
dari serangan musuh. Ribath yang terbesar adalah di sebelah utara negeri Syam
(Syiria) dan utara Afriqiah (Tunisia). Ribath digunakan sebagai tempat tinggal
orang-orang sufi dan tempat penginapan alim ulama dan pelajar yang datang dari
luar negeri untuk belajar hadits, ilmu agama, dan bahasa Arab.
2. Lembaga Pendidikan Formal
a. Madrasah Nizamiah didrikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri
Saljuk pada tahun 1065 M – 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan
satu madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat, Asfahan,
Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad adalah madrasah yang
terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk mendirikan madrasah-madrasah itu
adalad untuk menperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab
keagamaan pemerintahan.
Madrasah Nizamiah Baghdad
Madrasah ini didirikan di dekat pinggir sungai Dijlah, di
tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad pada tahun 457 H. Guru-guru madrasah ini
diantaranya Abu Ishaq as Syiraji (guru tetap), Abu Nasr as Sabagh, Abul Qasim
al `Alawi, Abu Abdullah al –Thabari, Abu Hamid al Ghazali, Radliyudin al
Kazwaeni dan al Fairuz Abadi.
Rencana pengajaran adalah ilmu syari`ah dan ilmu fiqh dalam 4
madzhab.
b. Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin Zinki di
Damaskus. Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an Nuriyah al
Qubra di Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula tempat
kuliah), masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal pesuruh
madrasah, kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya yaitu madrasah yang
didirikan pada masa al Ayubi dan madrasah al Mustansiriah di Baghdad (Irak)
tahun 631 H. Madrasah al Mustansiriah didirikan oleh khalifah Abasyi al
Mustansir Billah pada tahun 631 H. Ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu ilmu al
Qur`an, syari`ah, bahasa Arab, kedokteran, dan ilmu pasti.
c. Perguruan Tinggi;
1)
Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan
pada amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al
Ma`mun (198-218 H). Pada Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama
Islam, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan
lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori
ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan Bathlimus (Ptolemee).
Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta
ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur,
ilmu bintang dan falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan
dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia,
India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan peneropong bintang yang
disebut peneropong al Ma`muni. Setelah wafat al Ma`mun, maka Baitul Hikmah
tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.
2)
Darul `Ilmi di Kairo. Didirikan
oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di pinggir sungai Nil untuk menyaingi
Baitul Hikmah di Baghdad. Menurut keterangan al Makrizi, bahwa Darul `Ilmi
didirikan di kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim Biamrillah al
Fathimi. Ilmu yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq, kedokteran, dan
berhitung.
I.
BERKEMBANGNYA ILMU PENGETAHUAN
1.
Ilmu Tafsir
Ulama-ulama tafsir tidak hanya menerangkan makna-makna al Qur`an
saja, tetapi juga menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, bukti-bukti dari segi
bahasa, nahwu, balaghah, yang dikandungnya dan dengan akidah dan hukum-hukum
fiqh yang bisa dihasilkan dari ayat-ayat tersebut. Seperti tafsir Imam Salam al Basri (w.200 H), tafsir Mufradat al Qur`an (bahasa al Qur`an) karangan al Roghib al as Fahani, tafsir Abu Ishaq al Zajjaj, tafsir al Bahr al Muhit (masalah nahwu) karangan Abu Hayyan, tafsir al Kasysyaf (segi balaghah) oleh al Zamakhsyari, tafsir al Qurtubi (penentuan hukum-hukum fiqh), dan
tafsir al Fahr
al Razi yang bernama
Mafatih al Ghayb yang menitik beratkan pada aspek intelektual.
2.
Ilmu Qira`at
Lahirnya madzhab qira`at di Andalusia seperti Abu `Umar al Dani,
Abu Muhammad al Syatibi, dan Abu Abdullah al Sarbini al Kharraz.
3.
Ilmu Hadits
Diantara ulama-ulama yang menganjurkan penghimpunan hadits-hadits
shahih adalah Imam Malik bin Anas (95-179 H) yang menulis kitab al Muwatha`,
kemudian diikuti oleh Imam Muhammad bin Ismail al Buhori (259 H) dan muridnya
Muslim bin Al Hajaj al Nisaburi (w.261 H). Kemudian muncul kitab-kitab hadits
shahih yang dikarang oleh ulama-ulama terkenal seperti Abu Dawud Sulaiman bin
al Asy`ath al Sajistani (w.275 H), Imam Abu `Isa Tirmidzi (w.273 H), dan Imam
al Nasai (w.303 H).
4.
Ilmu Fiqh
Di antara yang terkenal dalam bidang ini adalah Abu Hanifah al
Nu`man bin Tabith pendiri madzhab Hanafi (80 – 150 H), Malik bin Anas al Asbahi
(95 – 179 H), Abu Abdullah Muhammad bin Idris al Syafi`i (150-204 H), dan Imam
Ahmad bin Hanbal al Syaibani (164-241 H).
5.
Ilmu Ushul Fiqh
Diantara yang terkenal dalam bidang ini adalah Imam Muhammad bin
Idris al -Syafi`i, Abu Bakar al Syasyi al Qaffal al Syafi`i, al Walid al Baji
al Andalusi, al -Syatibi dengan kitabnya al Muwafaqot
fi Ushul al Ahkam, al Ghazali dengan kitab al-Mustasfa. Juga
terkenal al Baqillani, Ibnu al Hajib, dan Abu Ishaq Ibrahim al –Nisaburi.
6.
Ilmu Kalam
Di antara yang terkenal di kalangan madzhab Asy`ari adalah Abu
Bakar al Bakillani, Imam al Haramain, Abdul Kohir al Baghdadi, al Ghazali, al
Syahrastani, Abu al -Ma`ali, al Juwaini, dan lain-lain.
7.
Ilmu Tasawuf
Mula-mula tasawuf Islam berdasar pada al Qur`an dan Sunnah seperti
yang diamalkan para sahabat, tabi`in, dan ulama-ulama fiqh, seperti Malik bin
Anas dan Ahmad bin Hanbal. Kemudian muncul tasawuf sunni yang berkembang
ditangan al Harits al Muhasibi dan Abu al Qasim al Junaid dan pada puncaknya
ditangan al Ghazali yang tersebar melalui tariqat syaziliah.
8.
Ilmu Tulen
a)
Ilmu Matematika, di antarnya yang
terkenal adalah Muhammad bin Musa al Khawarizmi (w.236 H) yang menulis al jabar
dalam bukunya al Jibr
wal Muqabalah, al Qaslawi yang menggunakan symbol dalam matematik,
al Tusi yang menunjukkan kekurangan teori eclideus.
b)
Ilmu Falaq, di antara yang terkenal
adalah Muhammad al Fazzari (w.158 H), sebagai ahli falaq Islam yang pertama dan
penerjemah buku al Sind
Hind. Kemudian Abu Ishaq bin Habib bin Sulaiman (w.160 H) yang
menulis buku falaq dan mencipta alat-alat teropong bintang, Musa bin Syakir
yang menulis buku ilmu falaq berjudul Kitab al Ikhwah al
Thalathah, Abu Ma`asyar bin Muhammad bin `Umar al Balkhi, dengan bukunya al
Madkhal ila ahkam al Nujum, dan Ibnu Jabir al Battani (w.318
H), salah seorang pelopor trigonometri.
c)
Ilmu Musik, seperti al Kindi al
Farabi, dan Ibnu Sina
9.
Ilmu Kealaman dan Eksperimental
a)
Ilmu Kimia, yang pertama kali
menerjemahkan ilmu kimia ke dalam bahasa Arab ialah Amir Umaiyah Khalid bin
Yazid bin Muawiyah (w.85 H). Kemudian diikuti oleh al Kindi, al Razi, Ibnu
Sina, Abu Mansur Muwaffaq, Muhammad bin Abdul Malik, dan Mansur al Kamili.
b)
Ilmu Fisika, salah seorang yang
paling berpengaruh dalam bidang ini adalah al Hasan bin al Haitham (w.430 H),
salah satu bukunya adalah al Manazir.
c)
Ilmu Biologi, di antara yang
terkenal ialah Abu Bakar Muhammad al Razi (w.315 H), seorang dokter yang
menulis tentang tumbuhan bunga dan buah-buahan. Diikuti oleh Ibnu Sina (w.423
H) seorang filosof dan dokter yang menulis tentang tubuh-tumbuhan dalam bukunya al Qanun.
a)
Ilmu Kedokteran, di antara
ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal adalah Abu Bakar al Razi (w.351 H),
bukunya yang termashur adalah al Hawi sebagai ensiklopedia kedokteran.
Kemudian Ibnu Sina yang mengarang buku al Qanun yang juga dianggap ensiklopedia
kedokteran dan farmasi, Ali al Abas (w.348 H) dengan bukunya Kamil al Sina`ah fi al Tib. Juga
terkenal dokter mata dan pengarang buku al
Tazkir yaitu Ibnu al
Jazzar (w.1009 H). Abu al Qasim al Zahrawi, seorang tukang bedah di Andalusia
yang menulis buku al
Tasrif liman `Aziz `an al Ta`alif, Abu Marwan Abdullah bin Zuher al
Isyabili al Andalusi seorang ahli kedokteran klinik terbesar, `Ala al Din `Ali
bin Abi Hazm al Qurasyi al Dimasqi (Ibnu al Nafis) seorang ahli anatomi, Ibnu
al Khatimah yang menulis tentang penyakit campak dan lain-lain.
b)
Ilmu Farmasi, ahli-ahli yang
menulis khusus mengenai farmasi yaitu al Razi, Abd Rahman bin Syahid al
Andalusi, Masawaih al Mardini, Ibn Wafid al Tulaitali al Andalusi, Ibnu al
Baitar, Abu Abdullah bin Sa`id al Tamimi, dan Ahmad bin Khalil al Qafiqi.
c)
Ilmu Pertanian, di antara yang
terkenal adalah Ibn al Rumiyah al Isyabili dan muridnya Ibn al Baitar, Zakariya
bin Muhammad bin al `Awwam al Isyabili yang menulis kitab al Falahah.
Para
sarjana muslim telah mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan melalui metode observasi dan metode histories (sejarah) sebagaimana
yang dikembangkan Ibnu Khaldun. Dalam bidang kebudayaan pada umumnya Islam
telah mempersembahkan kepada dunia, suatu tingkat budaya tinggi yang menjadi
mercusuar budaya umat manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bidang arsitektur
sangat menonjol bangunan-bangunan masjid dan istana-istana yang indah.
Demikianlah
dunia Islam di masa jayanya, yang dihiasi dengan berbagai unsur budaya dan ilmu
pengetahuan yang beraneka ragam, dapat diibaratkan sebagai taman yang indah
penuh dengan berbagai macam tanaman dengan bunga dan buah yang beraneka warna.
Keadaan demikian berlangsung, sampai suatu saat terjadi kemunduran kaum
muslimin setelah jatuhnya kota Baghdad yang diserang oleh Tar-Tar (Hulako)
tahun 658 H.Hulako memerintahkan supaya khalifah Abbasiyah, ulama-ulama, dan
pembesar-pembesar di bunuh. Oleh tentara Hulako diadakan pembunuhan
besar-besaran selama 40 hari lamanya. Keluarga khalifah, ulama, dan
pembesar-pembesar habis terbunuh, yang tertinggal hanya anak-anak bayi yang
dijadikan tawanan dan budak dan orang-orang yang dapat melarikan diri.
Kitab-kitab dan buku-buku dalam perpustakaan dibakar habis dan kulitnya
dijadikan sepatu tentara. Dengan demikian, berakhirlah sejarah khalifah di kota
Baghdad, sehingga kota itu menjadi sunyi senyap, tidak ubahnya seperti negeri
yang dikalahkan garuda dan merupakan masa semakin memudarnya mercusuar
kebudayaan Islam.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti
Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid. Pendidikan pada masa ini
memiliki tujuan keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu
pengetahuan dan tujuan kebendaan.
Kehidupan murid pada pendidikan tingkat dasar memiliki ciri-ciri
yaitu diharuskannya belajar membaca dan menulis, diajarkan membaca dan
menghafalkan al Qur`an, serta hubungan yang baik antara guru dan murid layaknya
orang tua dan anak. Pada pendidikan tingkat tinggi kehidupan murid berbeda
karena mereka diberi kebebasan untuk memilih guru yang mereka kehendaki dan
diberi kebebasan untuk berpindah dari guru yang satu ke guru yang lain apabila
guru itu dianggap lebih baik.
Pada masa itu berkembang sistem rikhlah ilmiah, yaitu pengembaraan
dan perjalanan jauh yang dilakukan oleh guru dan pelajar sehingga dinamika
sosial dan peradaban Islam terus berkembang. Juga dikenal lembaga wakaf yang
bertujuan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat Islam terutama dalam bidang
pendidikan.
Pada masa kejayaan ini ditandai dengan berkembangnya berbagai
lembaga pendidikan, baik formal yaitu berupa madrasah (sekolah) dan nonformal
yang berupa kutab, pendidikan di istana, toko-toko buku, rumah-rumah ulama,
majelis kesusasteraan, badiah, rumah sakit, perpustakan, dan ribath. Selain itu
juga berkembang ilmu pengetahuan sebagai mercusuar bagi pendidikan Islam di
masa yang akan datang.
Masa kejayaan pendidikan Islam berakhir setelah jatuhnya kota Baghdad
oleh Tar-Tar (Holako) dan sebagai masa memudarnya kebudayaan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar